Mari Peduli Pada Sampah

Peduli Pada Sampah

Islam merupakan agama yang komprehensif dan universal. Komprehensif berarti syariat Islam merangkum seluruh aspek kehidupan baik ibadah maupun muamalah, dan universal yang bermakna dapat diterapkan pada siapapun, di mana pun dan kapan pun. Salah satu di antara kesempurnaan ajaran Islam ialah, Islam mempunyai pandangan sendiri termasuk dalam upaya menyelesaikan masalah sampah.
Sebuah hadits shahih yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا وَقَعَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيَأْخُذْهَا فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى وَلْيَأْكُلْهَا وَلاَ يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ

“Apabila suapan makanan salah seorang di antara kalian jatuh, ambilah kembali lalu buang bagian yang kotor dan makanlah bagian yang bersih. Jangan dibiarkan suapan tersebut dimakan setan.” (HR Muslim No. 2033)
Bahkan beliau memerintahkan kita agar mengusap piring.
Beliau bersabda:
“Sesungguhnya tidak seorangpun di antara kalian mengetahui di bagian makanan manakah ia diberi berkah.” (HR. Abu Daud)
Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas menunjukkan kepada kita, jika pada makanan tersebut ada kotoran, maka hendaknya kotoran yang melekat dibuang dan bagian yang bersih dimakan. Setiap butir makanan membawa berkah dan kita tidak boleh menyia-nyiakan makanan karena perbuatan mubazir adalah perbuatan setan. Dengan membuang makanan maka kita membuang segala keberkahan yang diberikan Allah kepada kita.

Hadits di atas juga memerintahkan kita untuk menjilati jari setelah makan serta memungut nasi yang jatuh lalu dicuci. Memang terlihat sangat sederhana, tetapi ketika meneliti dan memahami hadits tersebut dengan seksama, ternyata terdapat pelajaran luar biasa bagi umat manusia. Sebiji nasi yang jatuh, ketika tidak diambil lagi, akan menjadi jatah makanan bagi setan dan secara otomatis statusnya berubah menjadi sampah yang tidak berguna. Demikian pula jari yang masih belepotan dengan bekas makanan, ketika tidak dijilati dan langsung dibasuh dengan air, tentu akan lebih mencemari air, dibanding dengan jari yang dijilat terlebih dahulu

Memungut nasi adalah perkara sederhana, tetapi ketika kita tinjau dari kondisi masyarakat yang ada di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ini menunjukkan sebuah langkah yang sangat maju dalam hal pengelolaan sampah. Makanan jatuh yang seharusnya menjadi sampah, oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikelola kembali dengan cara dicuci, agar kemudian kembali bermanfaat dan tidak terbuang sia-sia menjadi sampah. Atau pun tangan yang kotor dengan bekas makanan ketika dicuci dengan air tentu akan mencemari air, tetapi upaya meminimalisir pencemaran air ditunjukkan dan diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menjilati jari tangan.
Sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia adalah sampah basah atau sisa makanan atau organik, yang mencakup 60-70 persen dari total volume sampah. Oleh karena itu pengelolaan sampah yang tersentralisisasi di tempat pembuangan sampah, sangat tidak berjalan dengan efisien dan efektif. Mestinya pengelolaan sampah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya, seperti di rumah dan restoran atau warung makan.
Saat ini masyarakat sering mengeluhkan sampah yang menumpuk tidak terangkut oleh petugas kebersihan sehingga menebarkan bau dan menyebarkan penyakit salah satunya diare. Padahal, dengan mengelola sampah organik atau sisa makanan di tingkat lingkungan terkecil, seperti RT/RW atau perumahan, maka paling tidak volume sampah yang diangkut ke tempat pembuangan, dapat dikurangi.
Islam adalah agama yang sangat keras melarang perbuatan tabdzir. Tabdzir adalah menghambur-hamburkan harta atau menyia-nyiakan sesuatu yang bisa dimanfaatkan, dan ini dibenci oleh Allah Ta’ala, sampai-sampai orang yang melakukan perbuatan tabdzir disebut sebagai saudaranya setan, Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

“Janganlah kalian berbuat tabdzir, karena orang-orang yang mubadzir adalah saudaranya setan, dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya” (QS. Al-Isra’ [17]: 27)
Cara yang paling sederhana untuk tidak menjadi Tabdzir adalah dengan menerapkan apa yang telah dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menghabiskan semua makanan di atas piring, mengambil yang jatuh dan masih bersih lalu dimakan kembali bahkan dengan menjilati jari tangan. Jika ini dilakukan seluruh umat, bisa dibayangkan berapa besar volume sampah makanan yang berhasil kita kurangi.
Kemudian, sebagian besar sampah organik yang tertampung itu masih bisa dikelola menjadi sesuatu yang produktif dan bermanfaat bagi mahluk Allah Ta’ala dengan menjadikannya kompos atau makanan ternak atau energi. Maka mereka yang tidak terlibat dalam upaya pengelolaan sampah dengan baik atas dasar kesanggupannya menurut terminologi tabdzir tadi dia akan jatuh dalam perilaku saudaranya setan’ Islam juga mengajarkan kepada kita untuk bahu membahu dalam aktifitas kebajikan, Allah Ta’ala berfirman

“Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kalian bertolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan…” (QS. Al- Maidah 5:2)
Karena pengelolaan sampah memberikan maslahat besar bagi kita sendiri, anak cucu kita dan alam sekitar kita, tentu ini menjadi aktifitas yang bernilai ibadah di sisi Allah Ta’ala, dan karenanya kita diperintahkan Allah Ta’ala untuk ikut andil dalam segala aktifitas yang memberikan kemaslahatan, termasuk pengelolaan sampah
Pada akhirnya semoga kepedulian umat Islam dalam pengelolaan sampah akan memberikan solusi dalam memperbaiki lingkungan kita, untuk hidup lebih sehat dan bernilai. Semoga Allah SWT meridhai amalan kita, Amiin……

*KHOTBAH UNTUK UMAT ISLAM, Tahun 2020, Disusun bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta & Yayasan ICLEI-Local Governments for Sustainability Indonesia Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *